Beberapa tahun lalu, Indonesia geger karena ‘urusan perut’nya dicolong miliki tetangga, Malaysia. Lagi – lagi si tetangga bikin ulah, setelah 'kavling' Likitan dan Sipadan diberi patok, disengketakan, dimahkamahkan lalu dimenangkan serta disertifikatkan atas nama mereka, lalu kemudian Rendangpun diakui sebagai masakan hasil kreasi nenek moyang mereka dan menjadi kekayaan budayanya.
Eits, nanti dulu, kalo urusan tanah atau pulau, okelah kita mengalah. Gimana nggak kalah 16 Hakim Mahkamah Internasional membela mereka sedang kita hanya didukung 1 orang saja dalam kasus Likitan dan Sipadan. Yah, mungkin 16 hakim merasa tanah di Indonesia masih luas. Seseorang Indonesia saja bisa memiliki berhektar – hektar tanah, menjadi tuan tanah, bahkan ada yang bisa memiliki pulau segala, jadilah kita diminta untuk ‘mengalah’. Tapi giliran rendang juga akan diaku sebagai masakan mereka, seluruh anak bangsa berteriak, "‘No way! Pak Cik, pulau boleh Anda menangkan, tapi urusan rendang beda urusan!"
Orang Indonesia tanpa nasi Padang mungkin tak akan ‘sehebat’ saat ini, setidaknya hebat dalam urusan mengalah. Menu nasi Padang, jagoannya tentu adalah dengan lauk rendang. Ini pun tak bisa lagi diperdebatkan. Sehebat itulah kombinasi nasi Padang dan rendang, dan karena itu juga Rumah Makan Padang eksis di mana - mana. Sampai ada anekdot yang mengatakan bahwa manusia yang menginjakkan kaki di bulan pertama kali, bukanlah Neil Armstrong, tapi Udin Sikumbang pemilik rumah makan Padang. Karena telah sedemikian menyebar ke mana – mana dan diterimanya Rumah Makan Padang dan masakan Padang terutama Rendang oleh semua suku di Indonesia bahkan di negara - negara manca.
“Pak, ini ada oleh - oleh Rendang, masakan Umi saya." Rejeki tak akan kemana, tetangga yang barusan pulang mudik ke Padang sana, memberikan oleh – oleh yang mainstream – mainstreamsaja. Orang Padang cocoknya memang bawa oleh - oleh rendang, masa bawa Soto Sokaraja?
Bergegas saya menyambut serantang masakan daging dan kentang bulat - bulat kecil yang berwarna kecoklatan dan nampak 'oily and juicy', berkilat – kilat menandakan kandungan minyaknya yang ekstrem. “Wah, thank you Tante. Sudah lamo ambo indak makan Rendang orisinal dari Kampuang nan jauah di mato.”
Dan tak lama, rendang pun 'hilang' setelah menjadi lauk makan malam dengan nasi panas. Rasanya? Jangan tanya, yang orisinal memang tiada duanya. Nendang sampai ke bulan, terus ‘balik maning’, bikin terkapar. “Rendangnya keren luar biasa, rasonyo sampai takanang sampai sekarang.” kata saya tersenyum lebar dengan penuh rasa terima kasih kepada tetangga yang baik hati,sembari mengacungkan jempol tangan. “Iya lah, Pak. Sehari semalaman itu buatnya, itupun sebenarnya terlalu sebentar masaknya. Dan resep rahasia daun ‘jari lima’ masih dipakai tuh!" Ha? Daun jari lima? Rendang ‘nyimeng’ dong?
Nikmatnya rendang dari kampung halaman | Foto: copyright dishmaps.com
Pantaslah sudah, Malaysia tidak berani maju ke Mahkamah Internasional untuk urusan rebutan Rendang, mana bisa mereka menandingi khasiat daun ‘jari lima’ yang terkenal bisa bikin orang terlena dan minta lagi dan lagi. Jika ada Kompetisi Rendang Internasional, jangankan 17 Hakim Internasional, 100 hakimpun bakal bilang Rendang Rumah Makan Padang 'Koto Gadang' akan lebih enak daripada rendang rumah makan bintang lima di Penang.
Sebenarnya bukan masalah 'daun jari lima' saja yang membuat rendang begitu 'endang' (enak). Namun di dalam rendang ada cita rasa, dedikasi dan kreatifitas luar biasa dari nenek moyang kita dalam mengolah kekayaan alam yang diberikan Tuhan. Lalu, kekayaan alam tersebut wariskan secara terbatas hingga kini kepada anak cucunya. Buktinya, pada tahun 2011, rendang dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World's 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.
Setidaknya, saya bisa bercerita bangga kepada Nak Lanang, bahwa Indonesia masih bisa menjadi nomor satu di dunia, untuk urusan Rendang. Sebelum nanti hilang, hanya bersisa sebuah rantang. RENDANG DAGING
Eits, nanti dulu, kalo urusan tanah atau pulau, okelah kita mengalah. Gimana nggak kalah 16 Hakim Mahkamah Internasional membela mereka sedang kita hanya didukung 1 orang saja dalam kasus Likitan dan Sipadan. Yah, mungkin 16 hakim merasa tanah di Indonesia masih luas. Seseorang Indonesia saja bisa memiliki berhektar – hektar tanah, menjadi tuan tanah, bahkan ada yang bisa memiliki pulau segala, jadilah kita diminta untuk ‘mengalah’. Tapi giliran rendang juga akan diaku sebagai masakan mereka, seluruh anak bangsa berteriak, "‘No way! Pak Cik, pulau boleh Anda menangkan, tapi urusan rendang beda urusan!"
Orang Indonesia tanpa nasi Padang mungkin tak akan ‘sehebat’ saat ini, setidaknya hebat dalam urusan mengalah. Menu nasi Padang, jagoannya tentu adalah dengan lauk rendang. Ini pun tak bisa lagi diperdebatkan. Sehebat itulah kombinasi nasi Padang dan rendang, dan karena itu juga Rumah Makan Padang eksis di mana - mana. Sampai ada anekdot yang mengatakan bahwa manusia yang menginjakkan kaki di bulan pertama kali, bukanlah Neil Armstrong, tapi Udin Sikumbang pemilik rumah makan Padang. Karena telah sedemikian menyebar ke mana – mana dan diterimanya Rumah Makan Padang dan masakan Padang terutama Rendang oleh semua suku di Indonesia bahkan di negara - negara manca.
“Pak, ini ada oleh - oleh Rendang, masakan Umi saya." Rejeki tak akan kemana, tetangga yang barusan pulang mudik ke Padang sana, memberikan oleh – oleh yang mainstream – mainstreamsaja. Orang Padang cocoknya memang bawa oleh - oleh rendang, masa bawa Soto Sokaraja?
Bergegas saya menyambut serantang masakan daging dan kentang bulat - bulat kecil yang berwarna kecoklatan dan nampak 'oily and juicy', berkilat – kilat menandakan kandungan minyaknya yang ekstrem. “Wah, thank you Tante. Sudah lamo ambo indak makan Rendang orisinal dari Kampuang nan jauah di mato.”
Dan tak lama, rendang pun 'hilang' setelah menjadi lauk makan malam dengan nasi panas. Rasanya? Jangan tanya, yang orisinal memang tiada duanya. Nendang sampai ke bulan, terus ‘balik maning’, bikin terkapar. “Rendangnya keren luar biasa, rasonyo sampai takanang sampai sekarang.” kata saya tersenyum lebar dengan penuh rasa terima kasih kepada tetangga yang baik hati,sembari mengacungkan jempol tangan. “Iya lah, Pak. Sehari semalaman itu buatnya, itupun sebenarnya terlalu sebentar masaknya. Dan resep rahasia daun ‘jari lima’ masih dipakai tuh!" Ha? Daun jari lima? Rendang ‘nyimeng’ dong?
Nikmatnya rendang dari kampung halaman | Foto: copyright dishmaps.com
Pantaslah sudah, Malaysia tidak berani maju ke Mahkamah Internasional untuk urusan rebutan Rendang, mana bisa mereka menandingi khasiat daun ‘jari lima’ yang terkenal bisa bikin orang terlena dan minta lagi dan lagi. Jika ada Kompetisi Rendang Internasional, jangankan 17 Hakim Internasional, 100 hakimpun bakal bilang Rendang Rumah Makan Padang 'Koto Gadang' akan lebih enak daripada rendang rumah makan bintang lima di Penang.
Sebenarnya bukan masalah 'daun jari lima' saja yang membuat rendang begitu 'endang' (enak). Namun di dalam rendang ada cita rasa, dedikasi dan kreatifitas luar biasa dari nenek moyang kita dalam mengolah kekayaan alam yang diberikan Tuhan. Lalu, kekayaan alam tersebut wariskan secara terbatas hingga kini kepada anak cucunya. Buktinya, pada tahun 2011, rendang dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World's 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.
Setidaknya, saya bisa bercerita bangga kepada Nak Lanang, bahwa Indonesia masih bisa menjadi nomor satu di dunia, untuk urusan Rendang. Sebelum nanti hilang, hanya bersisa sebuah rantang. RENDANG DAGING
Post A Comment:
0 comments: